Yes, It's Kartini : Urgensi Karir dan Keluarga - Hari ini tepat 134 tahun yang lalu ia lahir sebagai seorang Bumiputera. Terlahir dari kalangan priyayi pasti gerak langkah buat memperjuangkan suatu perjuangan sedikit banyak terkekang. Apalagi memperjuangkan persamaan hak wanita agar setara dengan laki-laki dalam hal pendidikan. Banyak terhalangi oleh aturan adat ningrat Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat Sang ayah yang juga seorang bupati.
Kala berumur 12 tahun sudah tidak bisa lagi berada dilingkungan luar untuk melanjutkan sekolah yang diharapkannya dilanjutkan sampai jenjang tertinggi, karena waktu itu seumuran 12 tahun sudah bisa untuk dipingit. Namun karena keluarbiaasaannya dalam memiliki keinginan belajar, dengan bekal kemampuan berbahasa Belanda, ia dari dalam rumah belajar lewat membaca koran dan buku dari Eropa serta berkorenpondensi dengan teman-temannya yang berasal dari Belanda.
Dari kebiasaannya membaca dan berkorespondensi, ia tertarik dengan nilai positif kemajuan pemikiran perempuan Eropa. Jreng... Timbullah keinginan dalam membuat status perempuan Bumiputera terangkat dari status yang rendah (hanya mengurusi urusan dapur dan ranjang) kala itu menjadi perempuan yang memiliki status setara dengan laki-laki dan memiliki pemikiran setara dengan perempuan Eropa.
Dialah R.A Kartini (Raden Adjeng Kartini). Pahlawan pejuang persamaan hak perempuan Indonesia yang harum namanya terkenang hingga kini setelah wafatnya ia tahun 1904 silam.
Salah satu isi surat dari R.A Kartini yang ia kirimkan pada Nyonya Abendanon, mengenai peranan perempuan dalam menolong diri sendiri. Sejak lama perempuan Indonesia sudah mengenal apa yang dinamakan kemandirian, menolong sesama dengan dasar kecukupan pada kemandirian yang ia miliki. Sebuah nilai luhur bangsa Indonesia yang kini keberadaannya mungkin hanya tinggal dalam catatan sejarah.
Adakah Kartini-kartini masa kini yang masih saling menolong antar sesamanya? Jika Kartini itu berada di pedesaan mungkin masih banyak yang saling menolong, saling bergotong royong. Tapi begitukah yang ada di perkotaan? Kini para Kartini saling sikut kanan-sikut kiri untuk mempertahankan karirnya. Kartini masa kini yang korupsi, Kartini masa kini yang sudah tak mau lagi membantu memenuhi kebutuhan (non material) suami maupun anaknya karena terlalu fokus pada pekerjaan.
Jika dahulu Habis Gelap Terbitlah Terang mungkin dengan kondisi seperti ini jadilah Habis Terang Terbitlah Gelap lagi. Karena ke"enak"an menikmati kesetaraan hak dalam memperoleh pekerjaan, kewajiban utama seorang perempuan dalam keluarga menjadi terabaikan. Betapa banyak anak yang tidak mengenal "Kartini"nya karena sang Kartini sendiri yang sibuk dengan pekerjaan kantornya dan hanya pulang ketika si anak telah terlelap dan bangun ketika sang "Kartini" sudah berangkat menuju kantor tempat bekerja.
Kondisi yang miris namun memang hal inilah yang belakangan terjadi pada Kartini-Kartini Indonesia masa kini. Harus ada gerakan pembenahan cara pandang para Kartini masa kini dalam memandang urgensi ia sebagai pekerja dikantor dan urgensi ia sebagai ibu rumah tangga yang harus memberikan kasih sayang penuh pada keluarga, terutama buah hatinya. R.A Kartini sebagai pejuang kesetaraan hak perempuan dengan laki-laki saja dahulu tidak membuat dirinya terlarut dalam perjuangan memperjuangkan hak kesetaraan dengan meninggalkan pekerjaan rumah sebagaimana perempuan yang sudah berumah tangga lainnya.
Kala berumur 12 tahun sudah tidak bisa lagi berada dilingkungan luar untuk melanjutkan sekolah yang diharapkannya dilanjutkan sampai jenjang tertinggi, karena waktu itu seumuran 12 tahun sudah bisa untuk dipingit. Namun karena keluarbiaasaannya dalam memiliki keinginan belajar, dengan bekal kemampuan berbahasa Belanda, ia dari dalam rumah belajar lewat membaca koran dan buku dari Eropa serta berkorenpondensi dengan teman-temannya yang berasal dari Belanda.
Dari kebiasaannya membaca dan berkorespondensi, ia tertarik dengan nilai positif kemajuan pemikiran perempuan Eropa. Jreng... Timbullah keinginan dalam membuat status perempuan Bumiputera terangkat dari status yang rendah (hanya mengurusi urusan dapur dan ranjang) kala itu menjadi perempuan yang memiliki status setara dengan laki-laki dan memiliki pemikiran setara dengan perempuan Eropa.
Dialah R.A Kartini (Raden Adjeng Kartini). Pahlawan pejuang persamaan hak perempuan Indonesia yang harum namanya terkenang hingga kini setelah wafatnya ia tahun 1904 silam.
Kami beriktiar supaya kami teguh sungguh, sehingga kami sanggup diri sendiri. Menolong diri sendiri. Menolong diri sendiri itu kerap kali lebih suka dari pada menolong orang lain. Dan siapa yang dapat menolong dirinya sendiri, akan dapat menolong orang lain dengan lebih sempurna pula. (Suratnya kepada Nyonya Abendanon, 12 Desember 1902).
Salah satu isi surat dari R.A Kartini yang ia kirimkan pada Nyonya Abendanon, mengenai peranan perempuan dalam menolong diri sendiri. Sejak lama perempuan Indonesia sudah mengenal apa yang dinamakan kemandirian, menolong sesama dengan dasar kecukupan pada kemandirian yang ia miliki. Sebuah nilai luhur bangsa Indonesia yang kini keberadaannya mungkin hanya tinggal dalam catatan sejarah.
Yes, It's Kartini - It's My Emak. |
Jika dahulu Habis Gelap Terbitlah Terang mungkin dengan kondisi seperti ini jadilah Habis Terang Terbitlah Gelap lagi. Karena ke"enak"an menikmati kesetaraan hak dalam memperoleh pekerjaan, kewajiban utama seorang perempuan dalam keluarga menjadi terabaikan. Betapa banyak anak yang tidak mengenal "Kartini"nya karena sang Kartini sendiri yang sibuk dengan pekerjaan kantornya dan hanya pulang ketika si anak telah terlelap dan bangun ketika sang "Kartini" sudah berangkat menuju kantor tempat bekerja.
Kondisi yang miris namun memang hal inilah yang belakangan terjadi pada Kartini-Kartini Indonesia masa kini. Harus ada gerakan pembenahan cara pandang para Kartini masa kini dalam memandang urgensi ia sebagai pekerja dikantor dan urgensi ia sebagai ibu rumah tangga yang harus memberikan kasih sayang penuh pada keluarga, terutama buah hatinya. R.A Kartini sebagai pejuang kesetaraan hak perempuan dengan laki-laki saja dahulu tidak membuat dirinya terlarut dalam perjuangan memperjuangkan hak kesetaraan dengan meninggalkan pekerjaan rumah sebagaimana perempuan yang sudah berumah tangga lainnya.
Bagaimana sekarang dengan Anda para Kartini masa kini? Apakah masih tetap ingin mengedepankan karir Anda diatas segalanya? Ataukah tergerak untuk kembali pada kitthah Anda sebagai ibu rumah tangga murni dengan pekerjaan sampingan sebagai wanita karir, bukan sebagai wanita karir dengan pekerjaan sampingan ibu rumah tangga.
Note :
Dipingit : Tidak boleh keluar rumah; dikurung dalam rumah [artikata].
Bumiputera : Pribumi - "son of earth" (bhumi = earth; putra = son) [wikipedia].
Tulisan ini merupakan versi lengkap dari tulisan di http://telkomunitas.com/blogmania/gallery/231.
12 Komentar untuk "Yes, It's Kartini : Urgensi Karir dan Keluarga"
Zim, ini postingan khusus utk para kartini kan? para nenek, emak dan para gadis, termasuk aku..yeyy.. *terimakasih.
RA kartini adalah sosok seorang hawwa yang sangat modern di zamannya. modern itu tidak harus di kota saja, di desapun kemodernan bisa terjadi bahkan sangat bisa. tapi jangan salah arti dg kata 'modern' pada sosok beliau *RA kartini... modern baginya sangat dititik beratkan pada pendidikan, kecerdasan, dan keimanan.. yg kokoh tangguh dan teguh bagi kaum wanita, yg pada zamannya justru sebuah hal yg tabu.
Salam kartini ^^
kirimsalam buat Emak zim =)
Wanita yang dihormati sebaiknya karena keimanannya dan kasih sayangnya dengan suami dan anak.
Kita dapat menjadi manusia sepenuhnya
tanpa berhenti menjadi perempuan sepenuhnya
-RA Kartini (Habis Gelap Terbitlah Terang)-
hmm ibu kita kartini memang benar perjuangan nya perlu kita kenang
wah postinganmu keren Zim..dan kalau dihadapkan pada pertanyaan terakhir, aku memilih untuk menjadi ibu rumah tangga yang mempunyai karier..hehehe..piye kui?:D karena menurutku, jaman sekarang memang jadi wanita karir seudah biasa, hanya saja juga harus bisa menyadari fitrahnya sebagai seorang ibu dan istri..karir bisa dilakukan di rumah, misalnya menjadi wiraswasta butik jilbab, atau usahalainnya yang tidak mengharuskan si 'kartini' beranjak dan melalang buana di luar rumah sepanjang waktu. :)
iya kaka... untuk para kartini, maaf ya baru bisa bales hhehe
dulu RA Kartini modernnya memang pada pemahaman persamaan hak tentang pendidikan, kecerdasan dan keimanan yang sekarang ini bisa dinikmati kartini2 yang sudah banyak melebihi apa yang seharusnya menjadi haknya dan melupakan kewajiban sebagai ibu rumah tangga, bagi yg udah berumah tangga..
salam kartini kaka :)
insyaallah bang tak salamin :)
yapp... setuju :)
hmmm... quote yang mengandung makna mendalam banget :)
menjadi perempuan sepenuhnya bagi mereka yang terlahir sebagai perempuan
iya mbak, perlu dikenang dan diteruskan perjuangannya :)
nah, menjadi ibu rumah tangga yg memiliki karir juga aku tuliskan diatas lho... ibu rumah tangga yg menjadikan karir sebagai sampingannya, bukan sebaliknya..
menurutku yg bisa dilakukan seorang perempuan dalam berusaha dari rumah adalah menjadi wirausaha, beberapa diantaranya yg disebutin embaknya tadi hehe
Tinggalkan opini Anda, untuk turut dalam postingan ini [komentar dimoderasi dulu].