Seorang anak laki-laki terlihat serius berhadapan dengan sebuah laptop berwarna hitam legam dengan bentuk kotak. Berbeda dengan bentuk laptop milik teman-teman sebayanya yang persegi panjang. Entah apa yang dikerjakan anak itu, sepertinya dia sangat asyik menikmati keintimannya memainkan jari-jemari diatas tuts keyboard tujuh baris dengan tombol enter berwarna biru keunguan itu.
Bukan sebuah laptop keluaran terbaru, kalau kamu paham tentang laptop, pasti kamu tahu laptop jenis apa yang asyik dimainkan anak laki-laki itu. Dan aku yakin, dalam kondisi tertentu, kamu meskipun diberi secara cuma-cuma laptop yang dimiliki oleh anak itu, kamu pasti akan menolaknya. Alasannya sudah jelas. Karena laptop tua, baterenya pun sudah sekarat, minta diganti batere yang baru.
Namun meski begitu, bagi anak itu bukan masalah yang berarti tentang apa kata orang mengenai laptop yang ternyata merupakan laptop pertamanya itu. Soal batere yang sudah waktunya untuk diganti, dia sama sekali tidak terpikirkan untuk menggantinya. Alasan logisnya karena harga batere baru untuk laptop pertamanya itu hampir separuh harga laptop itu sendiri. Mending ditabung untuk beli laptop baru (bekas), pikir anak itu.
Laptop hitam legam, yang ketika dibelinya sudah diwanti-wanti oleh penjual laptop kalau tidak bisa diinstal sistem operasi keluaran Windows terbaru (Windows 7 keatas) itu selalu digunakannya untuk mengerjakan tugas kuliah. Sesekali untuk tugas yang harus dikerjakannya dikampus, laptop yang berat itu harus dia tenteng, dia masukkan kedalam tas punggung. Beratnya sudah pasti melebihi laptop keluaran terbaru. Mungkin sekitar tiga kilogram berat laptop hitam itu ditambah perangkat chargernya. Dimasukkan kedalam tas turunan kakaknya, yang kondisinya sudah kusam, tidak pantas digunakan ngampus di kampus negeri terkemuka.
Untuk waktu beberapa lama anak laki-laki itu menjadi pemilik yang sah. Laptop yang dirawat dengan sepenuh hati itu akhirnya mengalami kerusakan juga. Terkadang layarnya bisa menampilkan grafis komputer, tidak jarang pula sama sekali tidak terlihat tampilan grafis apapun pada layarnya. Hanya hitam legam, yang kalau dilihat dengan lebih seksama terlihat grafis seperti dalam keremangan tanpa lampu. Anak itu yakin, biaya untuk memperbaiki kerusakan layar laptop pertamanya itu akan menghabiskan banyak biaya. Karenanya tentu saja dia sama sekali tidak berniat menyerviskannya. Toh, belum tentu setelah diservis akan benar-benar menyelesaikan permasalahan.
Akhirnya laptop pertama dari anak laki-laki itu hanya digunakan didalam kamarnya. Sama sekali tidak bisa dibawa mobile. Dan kini, untuk menggantikan laptop pertamanya dalam kondisi mobile, anak laki-laki itu membeli sebuah laptop bekas. Laptop keluaran pabrikan yang sama dengan laptop pertama, namun sudah berbentuk persegi panjang. Sebuah laptop yang mengalami 'sedikit' permasalahan pada papan ketiknya. Yang berani dibelinya karena harganya yang terjangkau menjurus murah untuk sebuah laptop dengan besaran RAM 2GB, HDD 320GB, dan layar berukuran 14 Inchi 1.366*768.
Sama sekali anak laki-laki itu tidak mengeluh membawa laptop yang berat dipunggungnya. Dia sangat bersyukur, meskipun (baik itu laptop pertama maupun laptop kedua) berat ditenteng, dia sudah mempunyai laptop yang bisa digunakannya untuk mengerjakan berbagai macam tugas kuliah.
Bagi kamu yang belum mempunyai laptop satupun, yang sabar dan berdoa yak! Bagi yang sudah punya laptop, meskipun bekas dan banyak penyakitnya, tetaplah bersyukur! Bagi kamu yang punya laptop bagus, yang dibelikan orang tua kamu, meskipun berat, tidak ada yang salah kok dibawa ke kampus untuk mengerjakan tugas kuliah. Toh, paling lama beban berat itu hanya untuk 4-6 tahun kamu berkuliah!
0 Komentar untuk "Cerita Laptop"
Tinggalkan opini Anda, untuk turut dalam postingan ini [komentar dimoderasi dulu].