Negeri ini dikarunia keindahan alam yang tiada bandingnya didunia. Tapi warga masyarakatnya enggan, tidak pede berlibur menjelajahi setiap jengkal keindahan yang ada. Negeri ini katanya, menumbuhkan tongkat kayu menjadi tanaman, menumbuhkan batu menjadi tanaman. Lalu bagaimana dengan benih unggul? Tentu saja akan sangat tumbuh menghijau dan menghasilkan buah-buahan dan biji-bijian terbaik. Tapi ternyata hasil pertanian dan perkebunannya belum mampu menyuplai seluruh kebutuhan serta belum mampu menguasai pasar negerinya sendiri. Sehingga negeri ancuk berancuk masih harus mengimpor hasil pertanian dan hasil perkebunan dari negara tetangga. Menggunakan mata uang asing, berembel mata uang internasional, yang kapan saja ngecengi mata uang resmi negeri ancuk berancuk. Sehingga menimbulkan kekacauan perekonomian.
Negeri ini menganut azas demokrasi. Dimana presidennya dipilih melalui semacam voting oleh rakyat (sebutan untuk masyarakat non penyelenggara pemerintahan), voting dilakukan diseluruh wilayah negeri. Sesuai penjadwalan yang sudah ditetapkan oleh pihak berwenang. Media menyebut jadwal ini sebagai agenda pesta rakyat. Karena, rakyat benar-benar dimanjakan, boleh memilih calon pemimpin yang akan memimpin kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri ancuk berancuk selama beberapa periode yang ditetapkan, lagi-lagi oleh pihak berwenang. Pesta yang sebenarnya adalah dalam masa pengenalan (di Indonesia dikenal sebagai masa kampanye), biasanya para calon akan membagi-bagikan uang maupun bantuan. Tentu uang dan bantuan itu tidak gratis. Kalau kamu sudah punya hak pilih, kamu harus memilih yang memberi uang dan bantuan itu pada saat masa voting kelak. Persis seperti yang selama ini terjadi di Indonesia.
Voting yang menghasilkan seorang pemimpin di negeri ancuk berancuk menghabiskan sangat banyak biaya. Seumur hidupmu, atau seumur hidupku mungkin tidak bakalan pernah mendapati uang sebesar dan senilai biaya pesta rakyat itu.
Hal yang dianggap lumrah dalam demokrasi di negeri ancuk berancuk adalah : Pejabat pemerintahan tidak perlu bertanggung jawab terhadap sumpah jabatannya. Kalau bersumpah menjabat selama lima tahun, sementara ada jabatan lebih tinggi yang sedang kosong, berlompatanlah pejabat-pejabat mencalonkan diri untuk semacam promosi jabatan itu. Sehingga mereka kembali bertarung dalam voting pesta rakyat untuk jabatan yang lebih tinggi. Rakyat kembali bersorak-sorai. Memang, harus diakui negeri ancuk berancuk dihuni mayoritas rakyat yang bodoh secara politik demokratis. Secara kehidupan berbangsa, rakyat negeri ancuk berancuk tanpa berdirinya negeri bernama ancuk berancuk itu sudah bisa mencari makan, hidup, dan memperoleh kekayaan. Bahkan seringkali keberadaan negeri ancuk berancuk lah yang membuat kehidupan mereka menjadi lebih susah.
Dalam pemilihan kepala negara terkini, terpilihlah seorang kepala daerah, yang meloncat pada tengah masa jabatannya menjadi kepala daerah di daerah lain, yang meloncat pada tengah masa jabatannya lagi menjadi kepala negara. Kemenangannya dari lawan politik hanya berselisih tipis. Terindikasi kemenangan tipis itu hasil kecurangan selama masa voting. Tetapi semua diam, tetapi semua bisu. Pun begitu dengan media massa di negeri ancuk berancuk.
Setelah usai voting yang menghasilkan kepala negara yang baru itu, rakyat negeri ancuk berancuk terpecah kedalam tiga kelompok. Kelompok satu yang mati-matian membela kepala negara terpilih, kelompok dua yang merupakan pendukung lawan politik kepala negara terpilih, dan kelompok terakhir adalah yang mengkritisi kepemimpinan kepala negara terpilih terkait dengan kondisi kekinian yang sesuai dengan fakta, yang oleh kelompok pertama kelompok ini dianggap sebagai bagian dari kelompok kedua. Persamaan untuk kelompok ini di Indonesia mungkin adalah kelompok nyinyir.
Tak lama kepala negara yang baru terpilih itu memimpin negeri ancuk berancuk, harga barang kebutuhan rakyat negeri ancuk berancuk perlahan namun pasti mengalami kenaikan. Seluruhnya! Tanpa terkecuali. Kelompok kedua langsung menyalahkan kepala negara yang baru terpilih itu karena dianggap tidak becus mengatasi naiknya harga barang kebutuhan rakyat. Kelompok ketiga menyesalkan sikap kepala negara yang begitu lambat mengatasi permasalahan ini, dengan didukung berbagai fakta-fakta yang sulit dibantah. Sementara kelompok pertama, masih saja membela mati-matian kepala negara yang baru terpilih itu. Entah, mungkin kelompok pertama tidak terimbas secara langsung dari dampak kenaikan harga barang kebutuhan rakyat itu, atau, barangkali mereka terlalu malu untuk mengakui telah salah mendukung pada saat voting lalu, dan malu untuk meminta maaf dan kembali menggunakan nalarnya dalam menyikapi beban hidup di negeri ancuk berancuk yang semakin berat karena kenaikan harga berbagai barang kebutuhan rakyat itu. Entahlah!
0 Komentar untuk "Negeri Ancuk Berancuk "
Tinggalkan opini Anda, untuk turut dalam postingan ini [komentar dimoderasi dulu].